Program makan bergizi gratis yang diluncurkan pemerintah dengan tujuan mulia untuk meningkatkan kesehatan dan gizi anak-anak Indonesia ternyata tidak sepenuhnya berjalan mulus. Ombudsman Republik Indonesia baru-baru ini mengungkap adanya praktik percaloan dalam pelaksanaan program tersebut.
Program makan bergizi gratis merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan angka stunting dan meningkatkan kualitas gizi anak-anak, khususnya di sekolah-sekolah dasar dan menengah. Program ini menyasar pelajar dari keluarga kurang mampu agar mereka mendapatkan asupan gizi seimbang setiap hari sekolah.
Dalam hasil investigasi yang diumumkan pekan ini, Ombudsman menemukan indikasi kuat adanya peran calo yang “bermain” dalam distribusi dan pelaksanaan program ini. Para calo diduga menjadi perantara tidak resmi yang mengatur pengadaan, distribusi makanan, hingga penyaluran dana operasional.
Beberapa modus yang ditemukan antara lain:
- Mark-up harga bahan makanan, yang menyebabkan penurunan kualitas gizi yang diberikan kepada siswa.
- Pengondisian pemenang tender penyedia makanan, di mana penyedia yang seharusnya tidak layak tetap mendapatkan proyek karena permainan oknum.
- Pemotongan dana operasional oleh pihak-pihak tak berwenang dengan dalih “biaya administrasi” atau “fee sukses”.
Praktik ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga berdampak langsung terhadap anak-anak penerima manfaat. Beberapa laporan di lapangan menyebutkan:
- Makanan yang diberikan tidak layak konsumsi, basi, atau tidak memenuhi standar gizi.
- Jumlah porsi yang tidak sesuai dengan kebutuhan harian.
- Keterlambatan distribusi makanan ke sekolah-sekolah pelosok.
Anggota Ombudsman RI menyampaikan bahwa pihaknya akan segera menyampaikan rekomendasi kepada kementerian terkait untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengadaan dan distribusi makanan. Mereka juga mendesak agar ada sistem pengawasan berbasis digital yang transparan dan melibatkan masyarakat dalam pengawasan.