Dalam era digital yang semakin didominasi oleh teknologi canggih, kecerdasan buatan (AI) digadang-gadang sebagai solusi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Namun, laporan terbaru justru mengungkap sisi gelap dari inovasi ini: AI ternyata berdampak lebih buruk terhadap pekerja wanita dibandingkan pria. Mengapa hal ini bisa terjadi?
AI dan Gender: Ketimpangan yang Semakin Terlihat
Beberapa riset dari lembaga terkemuka menunjukkan bahwa otomatisasi dan algoritma berbasis AI sering kali menggantikan pekerjaan yang mayoritas dijalankan oleh perempuan, seperti pekerjaan administrasi, layanan pelanggan, dan manufaktur ringan. Sementara itu, pekerjaan yang lebih tahan terhadap otomatisasi cenderung didominasi oleh pria, seperti posisi teknis atau manajerial di bidang teknologi.
Fakta mencengangkan: Sebuah studi dari World Economic Forum menyebutkan bahwa sekitar 52% pekerjaan perempuan berisiko tinggi terdampak AI, dibandingkan 21% untuk laki-laki.
Bias dalam Data dan Algoritma
AI dilatih berdasarkan data historis, yang sering kali mencerminkan bias sosial dan gender yang sudah ada sebelumnya. Akibatnya, algoritma bisa memperkuat ketimpangan yang sudah ada.
Contohnya, sistem penyaringan kandidat kerja berbasis AI telah diketahui mendiskriminasi lamaran dari wanita karena terlalu meniru pola rekrutmen masa lalu yang lebih menguntungkan laki-laki.
Minimnya Representasi Perempuan di Bidang Teknologi
Jumlah perempuan yang bekerja di bidang teknologi, terutama dalam pengembangan AI, masih sangat rendah. Akibatnya, banyak keputusan teknologi yang dibuat tanpa mempertimbangkan pengalaman atau kebutuhan pekerja wanita, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tanpa keterlibatan yang seimbang, risiko bias struktural akan terus berlanjut dan bahkan memburuk.
Apa Dampaknya bagi Masa Depan Pekerjaan?
Jika ketimpangan ini tidak segera diatasi, maka kesenjangan gender di dunia kerja akan semakin melebar. Selain itu, perempuan bisa kehilangan akses terhadap peluang kerja berkualitas, peningkatan karier, dan jaminan ekonomi.
Solusi dan Harapan: Langkah Menuju Keadilan Teknologis
Para ahli menekankan pentingnya:
- Transparansi algoritma: Pengembang harus dapat menjelaskan cara kerja sistem AI dan dampaknya terhadap semua kelompok masyarakat.
- Audit bias gender: Organisasi perlu melakukan audit terhadap algoritma mereka secara berkala.
- Pendidikan dan pelatihan: Meningkatkan akses perempuan ke pendidikan teknologi dan pelatihan digital agar mereka tidak tertinggal.
- Keterlibatan aktif perempuan dalam pengembangan AI untuk memastikan teknologi tidak bias terhadap gender.
Kecanggihan AI seharusnya menjadi alat pemberdayaan, bukan penindasan. Namun tanpa pengawasan dan kesadaran akan bias gender, AI justru bisa memperburuk ketidaksetaraan yang sudah ada. Saatnya semua pihak—pemerintah, perusahaan, dan masyarakat—bergerak bersama memastikan bahwa masa depan digital adalah masa depan yang adil bagi semua, termasuk perempuan.